Ditulis oleh Saiful Achmad |
|
Pertumbuhan
sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan
ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk
mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan
kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap
keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi.
Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga
kini bahkan semakin menggila karena nafsu pemerintah yang ingin
menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Demi mencapai maksudnya tadi, pemerintah banyak membuat program ekspnasi
wilayah kebun meski harus mengkonversi hutan.
Sebut
saja Program sawit di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia di pulau
Kalimantan seluas 1,8 jt ha dan Program Biofuel 6 juta ( tribun Kaltim, 6
juta ha untuk kembangkan biofuel) ha. Program pemerintah itu tentu saja
sangat diminati investor, karena lahan peruntukan kebun yang ditunjuk
pemerintah adalah wilayah hutan. sebelum mulai berinvestasi para
investor sudah bisa mendapatkan keuntungan besar berupa kayu dari hutan
dengan hanya mengurus surat Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepda pihak
pemerintah, dalam hal ini departemen kehutanan.
Akibat
deforetasi tersebut bisa dipastikan Indonesia mendapat ancaman hilangnya
keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan tropis. Juga
menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan. Disamping itu
praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah
menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru,
sedangkan realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai
dengan yang direncanakan.
Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit diantaranyai:
Dampak negatif terhadap
lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya pembangunan
perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan
konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan
lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang
unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi (Manurung,
2000; Potter and Lee, 1998).
Masihkan kita
membutuhkan konversi hutan untuk menjadi kebun sawit mengingat dampak
negatif yang munculkannya begitu banyak bahaya dan jelas-jelas mengancam
keberlangsungan lingkungan hidup? Sebuah pertanyaan untuk kita
permenungkan demi kelangsungan dan keseimbangan alam serta penghuninya.
(cepot) http://adekrawie.wordpress.com
|
Blognya Para Pecinta Seni dan Sebuah sarana atau wadah bagi para pelaku dan pecinta musik untuk membuat sebuah karya dalam bentuk Album
Sabtu, 30 Maret 2013
Dampak Ekologi dan Lingkungan Akibat Perkebunan Sawit Skala Besar
dari http://www.sawitwatch.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar